FENOMENA
PEMILUKADA LANGSUNG KEPALA DAERAH
Oleh: Fauzan Hidayat
Praja
IPDN Kampus Nusa Tenggara Barat
Indonesia
dengan implementasi Otonomi Derah selama 14 tahun mengalami berbagai
fenomena-fenomena politk yang mebuat mata dunia terbelalak. Indonesia yang
diklaim berbagai pihak masih dalam tahap penyesuaian berdemokrasi dan
berotonomi daerah belum dapat mencapai tujuan demokrasi yang sesungguhnya.
Dengan
lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pilkada
berubah menjadi Pilkada langsung. Pemilihan langsung ini juga berangkat dari
Pemilu langsung oleh rakyat untuk menentukan Presiden dan wakil Presiden
Republik Indonesia yang pada saat itu dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Hal ini berlanjut pada pemilukada langsung
Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil.
Berbagai
dampak yang disebabkan oleh kebijakan baru pemerintah yang dituangkan dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tengtang Pemerintahan Daerah ini. Jika dilihat
dampak positifnya terkhusus masalah
Pemilukada adalah: pertama, rakyat
mendapatkan pendidikan politik dengan mengenal mekanisme-mekanisme pemilihan
umum yang secara universal sudah diterapkan dan dikenal oleh masyarakat
diberbagai belahan dunia. Kedua, Rakyat
dapat mengenal lebih jauh para calon kepala daerah yang akan memimpin daerahnya
dimasa yang akan datang dan dapat memilih secara langsung sesuai dengan
kehendak hati nuraninya dan tanpa perantara. Ketiga, dengan adanya
Pemilukada langsung sebagai bagian dari penerapan demokrasi yang menjadi salah
satu pilar bangsa ini sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
Implikasi Plus dan Minus
Sejumlah
argumentasi dan asumsi yang memperkuat pentingnya pilkada adalah: Pertama,
dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan kepala daerah yang memiliki
kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan
stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di tingkat lokal. Ketiga,
dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan
nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional
yang berasal dari bawah dan/atau daerah.
Selain
itu, Pemilukada yang menjadi bagian dari implementasi undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 adalah wujud upaya dan bukti nyata yang ditunjukkan oleh bangsa
Indonesia kepada dunia bahwasanya Indonesia benar-benar telah menjadi Negara
yang berdemokrasi yang berorientasi kepentingan Publik (dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat) yang sebelumnya dinilai dan diklaim sebagai negara
yang berlabel demokrasi namun bersubstansi otokrasi.
Kondisi Nyata
Dewasa
ini, dengan penerapan pemilukada langsung terjadi berbagai penyimpangan dan
penyelewengan wewenang dari pihak yang terjun didunia politik. Banyak
oknum-oknum empunya Parpol yang tidak mematuhi peraturan kampanye yang telah
diatur oleh KPU (Komisi pemilihan Umum). Melakukan money politic secara terang-terangan, tindakan insportivitas terhadap lawan politik dengan cara-cara anarkis, dan
berbagai upaya yang merugikan parpol lain.
Dari
pihak Aparatur Negara terkhusus PNS, mau tidak mau harus berkecimpung di dunia
politik sebagai TS (tim sukses) suatu
parpol demi mengejar posisi jabatan yang lebih menjanjikan atau untuk mempertahankan jabatan yang sedang
diduduki dengan harapan parpol yang disukseskan memenangkan Pemilukada.
Walaupun secara jelas oknum PNS tersebut telah melanggar kode etik dan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang larangan pegawai negeri sipil
menjadi anggota partai politik.
Kembali ke sistem lama
Secara umum,
dari fenomena-fenomena yang terjadi dapat disimpulkan bahwa Peraturan-peraturan
tentang penyelenggaraan Pemilukada bahkan Pemilu sekalipun tidak dapat dipatuhi
dan Larangan-larangan didalamnya dengan tanpa dosa dilanggar oleh oknum-oknum
yang memiliki kepentingan dalam suattu partai politik tertentu.
Belum
lagi biaya kampanye yang luar biasa mahal dan jika dibandingkan dengan gaji dan
tunjangan yang akan didapatkan oleh seorang Kepala Daerah selama satu periode
bahkan dua periode masa jabatan, belumlah mampu menutupi biaya kampanye yang
dikeluarkan sebelum memperoleh jabatan tersebut. Sudah tentu, opini masyarakat
tertuju pada seubah pertanyaan “bagaimana bisa menutupi biaya kampanye
tersebut? Pastilah harus dengan melakukan KKN“. Opini tersebut bahkan semakin
diperkuat dengan berbagai kasus-kasus penyimpangan yang diakukan oleh para
Kepala Daerah hampir diseluruh daerah di Negeri ini.
Berbagai
komentar, pendapat, saran dan solusi yang dilontarkan oleh masyarakat melalui
para pengamat politik, ekonomi dan hukum yang pada umumnya menginginkan sistem
pemilukada diubah kembali ke sistem lama yaitu Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.
Buah Simalakama
Jika
dikaji lebih dalam lagi, perbandingan penyimpangan dan penyelewengan
perekruitan Kepala Daerah antara Sistem Pemilukada langsung dengan Sistem
Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD juga memiliki sejarah negatif yang tidak jauh
beda dengan sistem sekarang, diantaranya: pertama,
Kepala Daerah akan tunduk dengan DPRD dan orientasi penyelenggaraan
pemerintahan oleh eksekutif lebih condong kepada kepentingan legislatif. Akan
lebih baik jika orientasi tersebut berujung pada kepentingan publik, namun
bukan tidak mungkin malah pada kepentingan legislatif itu sendiri. Kedua, Program-program Kepala Daerah
harus sesuai dengan program DPRD sehingga prohram-program tersebut akan menjadi
kaku tanpa otoritas yang berarti karena bisa saja jika program Kepala Daerah tidak
disesuaikan dengan Program DPRD, maka Kepala Daerah mungkin akan diberhentikan
melalui kewenangan yang dimilikinya yaitu mengusulkan pemberhentian Kepala
Daerah. Ketiga, Praktek money politic juga tidak bisa dihindari. Para calon Kepala
Daerah yang ingin menduduki posisi tertinggi di daerah tingkat II tersebut
dengan berbagai cara juga akan
dilakukan termasuk money politic tersebut yang dilakukan dengan DPRD.
Memperbaiki Institusi Penegak Hukum
Sistem
Pemilukada langsung yang sudah terlaksana dinegeri ini hendaklah tetap
dipertahankan. 8 tahun pelaksanaan pemilukada langsung ini belumlah bisa
dikatakan waktu yang lama. Indonesia dengan sistem demokrasi masih dalam tahap
belajar. Jika dengan satu perbandingan negara adidaya kita ambil seperti Amerika
Serikat barulah maju dengan sistem demokrasinya yang diterapkan setelah lebih
dari seabad.
Namun
di negeri ini, kerjasama berbagai pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat
saling bergotong royong untuk membangun bangsa, maka cita-cita demokrasi yang
sesungguhnya akan mudah dicapai.
Berbagai
institusi dengan sumberdaya aparatur yang dimiliki terutama yang terkait dengan
Sistem Pemilukada Langsung ini perlu untuk melakukan banyak evaluasi dan
perbaikan-perbaikan. Dan yang menjadi pihak/institusi utama dan terpenting yang
perlu evaluasi dan perbaikan untuk lebih maju lagi itu adalah Institusi Penegak
Hukum.