Selasa, 25 Juni 2013

FENOMENA PEMILUKADA LANGSUNG KEPALA DAERAH



FENOMENA PEMILUKADA LANGSUNG KEPALA DAERAH

Oleh: Fauzan Hidayat
Praja IPDN Kampus Nusa Tenggara Barat 

Indonesia dengan implementasi Otonomi Derah selama 14 tahun mengalami berbagai fenomena-fenomena politk yang mebuat mata dunia terbelalak. Indonesia yang diklaim berbagai pihak masih dalam tahap penyesuaian berdemokrasi dan berotonomi daerah belum dapat mencapai tujuan demokrasi yang sesungguhnya.
Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pilkada berubah menjadi Pilkada langsung. Pemilihan langsung ini juga berangkat dari Pemilu langsung oleh rakyat untuk menentukan Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK). Hal ini berlanjut pada pemilukada langsung Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil.
Berbagai dampak yang disebabkan oleh kebijakan baru pemerintah yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tengtang Pemerintahan Daerah ini. Jika dilihat dampak positifnya terkhusus  masalah Pemilukada adalah: pertama, rakyat mendapatkan pendidikan politik dengan mengenal mekanisme-mekanisme pemilihan umum yang secara universal sudah diterapkan dan dikenal oleh masyarakat diberbagai belahan dunia. Kedua, Rakyat dapat mengenal lebih jauh para calon kepala daerah yang akan memimpin daerahnya dimasa yang akan datang dan dapat memilih secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya dan tanpa perantara. Ketiga, dengan adanya Pemilukada langsung sebagai bagian dari penerapan demokrasi yang menjadi salah satu pilar bangsa ini sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
Implikasi Plus dan Minus
Sejumlah argumentasi dan asumsi yang memperkuat pentingnya pilkada adalah: Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas. Kedua, Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah.
Selain itu, Pemilukada yang menjadi bagian dari implementasi undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah wujud upaya dan bukti nyata yang ditunjukkan oleh bangsa Indonesia kepada dunia bahwasanya Indonesia benar-benar telah menjadi Negara yang berdemokrasi yang berorientasi kepentingan Publik (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat) yang sebelumnya dinilai dan diklaim sebagai negara yang berlabel demokrasi namun bersubstansi otokrasi.
Kondisi Nyata
Dewasa ini, dengan penerapan pemilukada langsung terjadi berbagai penyimpangan dan penyelewengan wewenang dari pihak yang terjun didunia politik. Banyak oknum-oknum empunya Parpol yang tidak mematuhi peraturan kampanye yang telah diatur oleh KPU (Komisi pemilihan Umum). Melakukan money politic secara terang-terangan, tindakan insportivitas terhadap lawan politik dengan cara-cara anarkis, dan berbagai upaya yang merugikan parpol lain.
Dari pihak Aparatur Negara terkhusus PNS, mau tidak mau harus berkecimpung di dunia politik sebagai  TS (tim sukses) suatu parpol demi mengejar posisi jabatan yang lebih menjanjikan  atau untuk mempertahankan jabatan yang sedang diduduki dengan harapan parpol yang disukseskan memenangkan Pemilukada. Walaupun secara jelas oknum PNS tersebut telah melanggar kode etik dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang larangan pegawai negeri sipil menjadi anggota partai politik.

Kembali ke sistem lama
Secara umum, dari fenomena-fenomena yang terjadi dapat disimpulkan bahwa Peraturan-peraturan tentang penyelenggaraan Pemilukada bahkan Pemilu sekalipun tidak dapat dipatuhi dan Larangan-larangan didalamnya dengan tanpa dosa dilanggar oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan dalam suattu partai politik tertentu.
Belum lagi biaya kampanye yang luar biasa mahal dan jika dibandingkan dengan gaji dan tunjangan yang akan didapatkan oleh seorang Kepala Daerah selama satu periode bahkan dua periode masa jabatan, belumlah mampu menutupi biaya kampanye yang dikeluarkan sebelum memperoleh jabatan tersebut. Sudah tentu, opini masyarakat tertuju pada seubah pertanyaan “bagaimana bisa menutupi biaya kampanye tersebut? Pastilah harus dengan melakukan KKN“. Opini tersebut bahkan semakin diperkuat dengan berbagai kasus-kasus penyimpangan yang diakukan oleh para Kepala Daerah hampir diseluruh daerah di Negeri ini.
Berbagai komentar, pendapat, saran dan solusi yang dilontarkan oleh masyarakat melalui para pengamat politik, ekonomi dan hukum yang pada umumnya menginginkan sistem pemilukada diubah kembali ke sistem lama yaitu Kepala Daerah dipilih oleh DPRD.
Buah Simalakama
Jika dikaji lebih dalam lagi, perbandingan penyimpangan dan penyelewengan perekruitan Kepala Daerah antara Sistem Pemilukada langsung dengan Sistem Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD juga memiliki sejarah negatif yang tidak jauh beda dengan sistem sekarang, diantaranya: pertama, Kepala Daerah akan tunduk dengan DPRD dan orientasi penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif lebih condong kepada kepentingan legislatif. Akan lebih baik jika orientasi tersebut berujung pada kepentingan publik, namun bukan tidak mungkin malah pada kepentingan legislatif itu sendiri. Kedua, Program-program Kepala Daerah harus sesuai dengan program DPRD sehingga prohram-program tersebut akan menjadi kaku tanpa otoritas yang berarti karena bisa saja jika program Kepala Daerah tidak disesuaikan dengan Program DPRD, maka Kepala Daerah mungkin akan diberhentikan melalui kewenangan yang dimilikinya yaitu mengusulkan pemberhentian Kepala Daerah. Ketiga, Praktek money politic  juga tidak bisa dihindari. Para calon Kepala Daerah yang ingin menduduki posisi tertinggi di daerah tingkat II tersebut dengan berbagai cara juga akan dilakukan termasuk money politic tersebut yang dilakukan dengan DPRD.
Memperbaiki Institusi Penegak Hukum
Sistem Pemilukada langsung yang sudah terlaksana dinegeri ini hendaklah tetap dipertahankan. 8 tahun pelaksanaan pemilukada langsung ini belumlah bisa dikatakan waktu yang lama. Indonesia dengan sistem demokrasi masih dalam tahap belajar. Jika dengan satu perbandingan negara adidaya kita ambil seperti Amerika Serikat barulah maju dengan sistem demokrasinya yang diterapkan setelah lebih dari seabad.
Namun di negeri ini, kerjasama berbagai pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat saling bergotong royong untuk membangun bangsa, maka cita-cita demokrasi yang sesungguhnya akan mudah dicapai.
Berbagai institusi dengan sumberdaya aparatur yang dimiliki terutama yang terkait dengan Sistem Pemilukada Langsung ini perlu untuk melakukan banyak evaluasi dan perbaikan-perbaikan. Dan yang menjadi pihak/institusi utama dan terpenting yang perlu evaluasi dan perbaikan untuk lebih maju lagi itu adalah Institusi Penegak Hukum.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About